Minggu, 15 April 2018

Gadget & Berterimakasih pada Kehidupan

Anak kecil selalu ada saja memiliki imajinasi.
Tak hanya mereka, aku yang usia 20-an juga menyimpannya.

Bagaimana jika di dunia ini tidak gadget?


Akibat kecanggihan teknologi, banyak hal yang berubah dan berisiko.

Secara positif, mungkin jika tidak ada gadget  maka juga tidak alat yang bisa mengelabui lawan bicara saat suasana awkward. Ini terjadi ketika suasana tidak cair, atau sedang menjadi obat nyamuk, atau ketika sedang menunggu. Gadget bak penyelamat dari kegabutan, seolah-olah ada banyak urusan di gadget, padahal sebenarnya hanya scrol sana-sini. Oke ini hanya sebagian orang mungkin yang merasakan. Selain itu, gadget membuat manusia merasakan manfaat derasnya informasi dan pengetahuan. Kita juga menjadi lebih mudah untuk menghubungi siapapun & kapanpun. Wajib bersyukur kita lahir di zaman dengan gadget.

Tapi..........

Sedihnya, adanya gadget justru dapat membuat semua orang sulit untuk benar-benar menghayati waktu bertemu. Adanya gadget membuat manusia lebih memilih seru dengan dunia maya atau digital. Banyak keseruan yang didapat ketika menjajal aplikasi demi aplikasi. Keseruan inilah yang membuat manusia terus tertarik dan menarik kecanduan. Serasa hidup dinamis mencoba klik satu per satu aplikasi, sementara sebuah 'pertemuan'pun menjadi  kurang bermakna. Interaksi sesama pun menjadi minim. "Mendekatkan yang jauh, tapi sedihnya menjauhkan yang dekat."

Sadar atau tidak sadar, adanya gadget membuat kita menjadi generasi 'kurang'. Generasi yang sering merasa kurang. Entah, itu redaksinya sebaiknya 'kita' atau hanya 'aku' saja. Contohnya saja, ketika aku yang menghubungi via Line  lalu tidak segera dibalas, sering muncul perasaan kesal. Apalagi jika mengirim pesan via Whatsapp, sekali sudah mengecek tetapi belum sempat membalas, timbul kekesalan "Ih kok cuman di-read doang, emang koran." Ini merasa kurang diperhatikan sih. Tapi aku ndak pernah merasa kesal, yang ada malah aku yang dikesalin. Hehe.

Parahnya, gadget malah menjadi tempat meneriaki kekurangan diri. Ketika pencapaian orang diposting  justru memunculkan perasaan ciut : "Wah dia udah kerja, aku kok masih gini-gini aja", "Ya Allah udah nikah aja dia, aku kok kayaknya masih lama ya.", "Sering banget sih keluar negerinya. Aku juga pengen."

Masih ada lagi sebenarnya dampak negatif gadget, menjamurnya hoax & hate speech membuat banyak orang serentak beristighfar. Kenapa komentar negatif dikirim hanya untuk menjatuhkan. Untuk apa menjatuhkan orang?

Jika kejadian yang terjadi senegatif itu, apa yang harus dilakukan?

- Berterimakasih kepada kehidupan.
Alam semesta membantu kita banyak dalam mendapatkan ketenangan hidup. Ketika kita ingin membersihkan tubung dengan mandi, air kran pun bisa mengalir deras. Bahkan tak jarang alam semesta menunjukkan keindahan-keindahan yang uniknya tak bisa dengan mudah diabadikan oleh alat elektronik canggih, misalnya gerhana matahari total.

Alam semestea memanggil mimpi-mimpi kita menjadi kenyataan.
Kecanggihan gadget hanyalah seperti remahan biskuit dibandingkan alam semesta yang memberikan segalanya. Kebersyukuran muncul dengan kita sadar ada yang lebih dari apa yang ada di gadget. 

Informasi yang ada di gadget perlu ditimbang. Tak semuanya harus dipikir.
Postingan maupun caption di gadget dapat digeneralisir sebagai hal yang positif dalam rangka langkah berterimakasih kepada kehidupan.

- Merawat Integritas.
Adanya gadget atau tidak, harusnya tidak lalu meruntuhkan integritas. Manusia perlu sadar bahwa teknologi ada bukan untuk memunculkan kekesalan pada orang lain melalui ketidakjujuran, tapi justru untuk membantu meringankan pekerjaan.

Contoh kecil, banyak orang memanfaatkan gadget untuk beralasan dengan mengirim stiker OTW (On The Way)  tapi sebenarnya masih sedang siap-siap, dan ini berakibat pada teman-teman lain sedang menunggu jadi membuang waktu.

Manfaat jujur yang lain, dapat membuat kita tak terbebani dengan penjelasan-penjelasan yang menuntut. Misalnya, di media sosial kita memposting acara yang kita ikuti tapi sebenarnya kita tak mendalami acara itu. Lalu ada teman yang bertanya dengan pertanyaan yang mendalam tentang acara itu, akibatnya tak bisa menjawab. Stuck. Dan yah, ketika ditanya begitu jujur saja. Tak perlu menutupi, karena jujur membuat kita berhenti berbohong. Sementara ketika sekali berbohong dapat memunculkan jawaban bohong berkali-kali.

Satu lagi, sesama manusia harusnya saling membangun dan menegakkan bukan? Hate speech maupun hoaks dapat hilang ketika semua orang di dunia sadar bahwa integritas dibangun agar sama-sama enak. Kenapa harus menjalin hubungan parasitisme jika dengan mutualisme membuat hati damai kedua pihak?

- Sadar kini & saat ini.
Apa yang ada di gadget kebanyakan adalah fiksi. Dan sebenarnya, manusia sadar jika kehidupan nyata lah yang dapat menawarkan banyak esensi kehidupan. Sebelum momen 'kini & saat ini' berganti, menikmati waktu cemas penuh harap diperlukan. Supaya tetap sadar bahwa apa yang paling penting terjadi bukanlah tentang 'nanti/masa depan/masa lalu' tapi justru 'detik saat ini'.


Tulisan ini sebagai pengingat kalau aku lupa berterimakasih pada kehidupan. Baik ada gadget atau tidak, hidup kita bahagia karena kita menyadari 'kini & saat ini'.

Ditulis setelah membaca blog seseorang yang menginspirasiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan bebas comment :) Promosiin blog sendiri di dalam comment lebih baik daripada nyebar Spam di dalam comment box blog orang. I really appreciate it! :D