Sabtu, 28 April 2018

Menjadi Orang yang Merasa (Tak) Berharga

Sebut saja  Fitria, aku sedang mencurahkan isi hatiku. Minggu-minggu ini, aku sedang memiliki masalah besar. Ia datang menghampiri hidupku yang nyaman dan damai, rasanya penuh tak kesiapan alias bingung. Aku harus bertingkah laku seperti apa yang seharusnya. Aku hanya berusaha keras dengan diriku, kutekankan pada diri bahwa aku memiliki modal keberanian menantang masalah, dan yakinlah ayat bahwa perlahan-lahan cahaya datang menerangi kesulitan.

All izz well.

Aih, pembuka macam apa itu.

Tadi sore aku menonton video Mbak Merry Riana.
Aku klik saja itu.

Kata pembukanya seperti ini :

Kamu adalah seseorang yang istimewa. Kalau menurutmu kamu tidak istimewa, itu karena kamu belum menyadarinya. Kamu berharga, kamu sangat berharga.Tidak peduli apapun kekuranganmu, apapun kesalahanmu, apapun masa lalumu. Kamu tetap berharga, tidak peduli apa kata mereka.
Aku sebenarnya hanya ingin menonton saja. Apakah aku termasuk orang yang sedang merasa bahwa diriku tak berharga atau tidak. Ternyata ada salah satu kata, yang kupetik :

Ketika kamu dijahui, jangan berkecil hati.
Walaupun mungkin kamu dibully.
Jangan pernah kamu merasa tidak pantas,
hanya karena orang bilang kamu tidak berkualitas.
Dengar bagian itu semua aku merasa tersentuh. Sepertinya pada saat dilanda masalah memang akan mengantarkan diri menuju pintu sensitivitas. Semua hal yang dirasa dulu biasa saja, berubah menjadi negatif. Semua pencapaian terdahulu tertutupi oleh kesalahan terbaru.

Orang yang merasa diri tak berharga ternyata seperti ini. Bingung mau melakukan apa. Merasa bahwa diri sudah tak dapat berbuat kebaikan kembali. Seperti sedang kehilangan nyawa. Dorongan dalam diri hanya ingin segera berkelana, Berkelana entah kemana dan dengan siapa, tak penting. Yang terpenting lari meninggalkan titik penghabisan.

Aku pun baru menyadari bahwa ternyata nikmat merasa diri berharga adalah sebuah karunia yang besar. Ini memang soal kognitif. Bagaimana kita menginterpretasikan suatu kejadian yang menyakitkan menjadi sebuah kesempatan untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi atau justru menjadi pribadi terpuruk.

Jadi ingat pesan Abah Quraisy Shihab, bahwa semua yang sedih maupun bahagia dihadapi manusia  itu adalah takdir. Takdir bisa dipilih.

Untuk semua teman yang merasa diri sedang tak berharga, aku ada pesan, ada kalanya kamu merenung. Pisahkan mana bahasa hatimu dan mana bahasa orang lain yang tak kamu kenal. Dengarkan hati. Hati paling tahu yang sebenarnya.

Sabtu, 21 April 2018

Hari Pendidikan #RandomChat



(Membalas Stories Instagram)

Suatu hari diantara lingkaran stories terdapat nama Nabila dengan sapaan akrabnya 'Il'. Ia baru saja update jika ia sedang di rumah sakit. Dia baik orangnya. Dia juga suka menulis novel yang diunggah di wattpadd. Ohya, aku pernah main ke rumahnya. Bapak ibunya baik banget. Aku dikasih makanan dan ditraktir di waroeng steak and shake yang lumayan enak.

Kenalin namaku Tata. Sudah 20 tahun menghuni Semarang. Aku dan Nabila bertemu di sebuah asrama pesantren kilat selama 2 tahun. Mana ada pesantren kilat selama itu? Semua  pasti kaget. Iya jadi karena kami betah hidup bersama, kita pun memutuskan untuk stay disana sekaligus menyelesaikan SMA.

Langsung saja ini cuplikan chat di Instagram setelah aku membalas stories.


Aku        : Loh, yang sakit kamu tah?
Nabila    : Bukan! Ibuk…………masih sama kayak yang kemarin.
Aku        : Ya Allah.. Syafakillah Ibumu Il.. Maafkan aku gabisa menjenguk.
Nabila    : Iya makasih ya
Aku        :Salamin ke ibumu ya.. Salam dari Semarang yang dilanda masalah.
Nabila    : Ha, masalah?
Aku        : Aih gak papa. Biasalah ya. Hidup selalu punya masalah.
Nabila    : Iya sih. Kamu kalau ada masalah dan butuh cerita, bisa ke aku.
Aku        : Iya il pasti. Kalau aku udah sanggup menceritakannya.
Nabila    : Kamu pasti sanggup Ta.
Aku        : Doakan ya Il, ibumu juga insya Allah juga sanggup.
Nabila    : Iya, aku sedih ibuku harus ngerasain sakit kayak gini.
Aku        : Sabar ya.. kamu udah sabar selama ini, mungkin Allah pengen kamu lebih sabar lagi.
Nabila    : Kamu juga yang sabar ya Ta.
Aku        : Iyalah jelas. Aku udah pasrah dengan apapun yang terjadi.
Nabila    : Wah gelasih. Kamu tuh dari zaman asrama selalu yang paling tangguh.
Aku        : Tangguh? Kamu ngece ya
Nabila    : Saking tangguhnya kamu ngga malu berdiri saat Shubuh.
Aku        : Iiiiih kamuuu jadi bikin aku inget masa kelam.
Nabila    : Masa kelam atau masa dimana kamu bisa happy dan percaya dengan semua orang?
Aku        : Haha bisa aja...kamu kayak tau banget gitu sih.
Nabila    : Iyalah, aku kan lulus duluan daripada kamu.
Aku        : Korelasinya?
Nabila   : Ya aku sekarang tahu kalau teman-teman kita saat semakin dewasa tuh susah dibedain.
Aku        : Dibedain antara apa?
Nabila    : Bedain anatara baiknya tulus sama yang enggak. Ada yang hanya sekedar pengen tahu cerita kita. Pengen tahu cerita dari sudut pandang orang pertama.
Aku        : Lah bukannya malah bener ya kalau dapat cerita dari sudut pandang orang pertama?
Nabila   : Iya memang benar tapi.. ada tapinya.
Aku        : Wkwk..kamu jangan bikin penasaran.
Nabila   : Tapi sekalipun mereka tau dan ngedenger cerita dari sudut pandang pertama mereka tuh nggak punya tujuan baik. Mereka cuman ingin memuaskan hasrat kepo tapi empatinya nul.
Aku        : Wah…
Nabila   : Kamu pandai membedakan orang yang nul sama yang cuman kepo nggak?
Aku        : Jujur, entah kenapa aku nggak bisa.
Nabila   : Ih kamu tuh harusnya belajar dari aku.
Aku        : So,aku harus ke Kediri gitu?
Nabila   : Iyaa kamu harus ke Kediri biar sekalian kamu ceritain masalah kamu dan jengukin Ibuku.
Aku        : Aih… gimana coba pengen banget ke Kediri. Tapi, deadline nya tanggal 30 April ini.
Nabila   : Deadline apa?
Aku        : Deadline aku nyari jodoh. 
Nabila   : Aigoooo. Kamu tuh ya masih pinter ngelawak ya.
Aku        : Ngelawak jare. Ih beneran.
Nabila   : He…maksudmu apa. Bukannya kemarin stories-mu lagi jalan sama cowok ya?
Aku        : Loh kok tau
Nabila   : Iyalah jelas….aku kan mata-mata.
Aku        : Mata Nabila mau gantiin Mata Najwa ya? Receh ya? Atau kamu mata-mata dalam mimpi ya. Itu masku he.
Nabila   : Mas-mas ketemu gede ya?
Aku        : Iya ketemu pas aku semakin gede alias gendut.
Nabila   : Yah penonton kecewa
Aku        : Aku tuh mau nyari jodoh buat kamu Il. Katanya kamu nitip dicarikan.
Nabila   Iyuh. Ngece mu gak jelas. Aku masih mau sendiri kok.
Aku        Kita kan udah ngobrolin di mobil, kalau pertemanan kita meningkat levelnya. Dari yang dulu tinggal satu asrama, satu bed, satu kelas, dan cuman cerita masalah-masalah sekolah. Sekarang meningkat levelnya menjadi bagian marketing. Setiap kita menjadi marketing teman kita. Barangkali bisa ngejodohin.
Nabila   : Aish. Kamu tuh ga boleh ngejahatin yang bentar lagi mau ultah.
Aku        : Wah iya kamu ultah pas hari Pendidikan yah.
Nabila   : Hari pendidikan kan 2 Mei… Sebel deh L
Aku        : Lah bukannya 1 Mei ya….1 Mei kan ultahmu?
Nabila   : Makanya Ta, kalau pas upacara jangan tidur.
Aku        : He tidur? Bisa-bisa ku ditendang  Pak Akhmad.
Nabila   : Emang Pak Akhmad kuat nendang kamu?
Aku        : Peh jahat! Aku tuh inget adekku yang salah jawab soal UAS. Eh bukan salah jawab deng. Gurunya ngasih soal hari pendidikan tanggal berapa, adekku jawabnya tanggal 1 Mei…eh tapi gak disalahin cobak.

(Ini cerita fiksi yang disadur dari chat instagram).


Jumat, 20 April 2018

Hujan dan Kawa


HUJAN


Baru kali ini aku mendengar hujan sehujan-hujannya, setelah sekian lama hanya hujan gerimis biasa. Aku melihat cahaya terang redup, kata temanku itu petir. Lalu ada temanku bernama Kawa membawakankuu gelas.


Kawa   :   Coba kamu minum air putih itu.
Aku      :  Ha?
Kawa   : Tenangkan dirimu, ini hanyalah sebagian cara Tuhan mengajarimu. Kamu baru 20 tahun, kamu masih butuh pembelajaran.
Aku      : Kakak juga, kita kan selisih 4 bulan aja.
Kawa   : Ya sama. Tapi sekarang aku lagi fine.
Aku      : Yeuuh..Kalau aku nggak kuat gimana?
Kawa   : Gimana mungkin, Allah kan punya penggaris sendiri.
Aku      : Penggaris?
Kawa   :  Aku sudah sering menangis saat seperti ini. Aku bahagia ketika ada hujan dan petir.
Aku    : Lah, bukannya orang normal takut ya kalau ada hujan deras disertai petir. Apalagi kalau malam kayak gini. Untung pohon pisang yang tinggi kemarin udah di tebang, jadi nggak bikin tambah takut kalau disertai angin kencang.
Kawa   : Iya kemarin kan aku yang nyuruh Pak tukang buat nebang.
Aku      : Yeuuh.. bukan kakak. Ibu kos yang nyuruh.
Kawa   : Sederhana sih alasannya, lewat petir Allah ngasih tau kalau masalah kita itu hanya sebagian kecil. Lewat kuasa-Nya, Allah bisa berkehendak apapun, bikin orang menghentikan segala aktivitas, bikin orang gagal malam mingguan. Bahkan bikin orang sedih kayak kamu sekara. Paling ngeri adalah termasuk bikin banyak orang takut sama petir.
Aku      : Yeuuh.. Apaan sih receh.
Kawa   : Haha enggak. Justru aku tau kamu sedang senang juga saat ada hujan dan petir.
Aku      : Aku sudah senang sejak langit berwarna abu-abu.





Minggu, 15 April 2018

Menikah di 2019

Hai, jadi ini bukan ngomongin tentang ketidak pastian yang berujung pertanyaan : emangnya kamu udah tau pasanganmu. Justru, ini lebih ngomongin konsep dan pandanganku tentang menikah. Menulis ini juga menjadi reminder buat aku supaya nikah kalau bisa menikah di usia 23-24 tahun, artinya musti nyiapin payung sedini mungkin.

Menulis ini dengan sedikit kesadaran karena sudah seharusnya berbaring di atas kasur. Kemarin tertarik untuk menulis cerita ini mulanya kepikiran dari pemilik rumah akan menikah di tahun depan. Lalu membuatku berpikir, bagaimana jika aku menikah di tahun 2019?



Menurutku tahun itu akan menjadi tahun mempertaruhkan path setelah lulus. Tapi kalau udah ada jodoh yang baik bukannya tidak baik menolak ya. Tapi jujur aku sudah mendapat cerita dari temanku. Dulu aku berharap bisa diberi orang yang jujur menyatakannya ke orang tua. Tapi ternyata setelah mendengar cerita temanku, aku malah bersyukur belum ada orang yang jujur bilang ke orang tua. Momen sakral semacam itu ternyata bikin freeze-stress temanku. Masa-masa kuliahnya tersita untuk memikirkan sosok laki-laki yang kurang jelas. Dia disukai oleh laki-laki yang tidak dikenalnya lama dan terpaut usia yang sangat jauh yaitu 10 tahun. Ternyata ada cerita yang tak beres juga sebelumnya.

Aku juga pernah mendapatkan cerita dari katingku yang akan menikah lalu ternyata tidak jadi karena calon pasangannya memutuskannya via WA di H-beberapa minggu.

Ya, makanya banyak doa. (Ibu)

Rencana mau mengambil S2 emang udah diwanti-wanti oleh Ibuku. Karena Ibuku tak ingin seperti nasibnya yang harus berhenti kuliah karena menikah. Untuk waktunya memang harus diusahakan setelah lulus kuliah. Kenapa? Karena kalau udah tau uang alias kerja biasanya nggak mau kuliah gitu.

Sebenarnya sudah ditanya oleh Mas-ku apa plan ku setelah lulus.
  • Dek, kamu habis ini mau lanjut kuliah atau nikah langsung?
  • Emang kalau aku nikah boleh ngedahului mas?
  • Boleh banget. Kamu duluan aja gapapa.

Sontak aku diam. Karena menurutku aku masih belum siap untuk menikah. Ya walaupun kuliah juga gitu. Kuliah masih harus nyiapin TOEFL/IELTS Score yang masih kurang. Sementara nikah, persiapannya jauh lebih banyak seperti memilih pasangan, pendekatan, memahami kekurangan antar pasangan, membangun visi & misi keluarga, ekonomi, rencana ke depan (tempat tinggal, pekerjaan, studi, anak, keluarga besar).

Tapi nyatanya banyak juga orang-orang yang bisa menikah dengan persiapan sedikit dan di usia yang lebih mudah daripada aku. Banyak teman-teman pondok semasa di Kediri yang sudah menikah setelah SMA.

Pilihan untuk menikah setelah SMA memang bukan pilihan yang mudah, tapi sebenarnya hanya satu kuncinya menikah yaitu 'mau belajar'.

Ada seorang kakak tingkat (kating) yang menikah saat sedang sibuk-sibuknya kuliah lalu menelan pil LDR. Dimana Sang lelaki harus melanjutkan studi S2-nya di negeri lain, sementara ia juga masih harus menyelesaikan tuntutan hidup di kampusnya.

Meski, kuliah dan menikah itu berbeda orientasinya tapi sebenarnya sama tujuannya. Tujuannya supaya mampu menjadi generasi yang sholeh-sholehah.

Mbak Nana, Najwa Shihab, pun menikah di usia 20 tahun. Aku pada usia segitu, pikiranku hanya mengatur organisasi saja.

Ada rasa kepercayaan yang harus dilekatkan saat menikah nanti. Percaya kalau pasangan kita juga mau belajar. Salah terkadang tak masalah. Menikah juga belajar tentang toleransi. Kita jelas berbeda sudut pandang penyelesaian masalahnya. Aku dipengaruhi keluarga dan pengalamanku. Kemudian, pasangan juga pun begitu. Menikah itu seperti mempertemukan hasil pola asuh dari kedua orang tua, kemudian menjadi satu formula ketika sudah memiliki anak nanti.

Menulis ini bisa menjadi reminder kelak aku sudah menikah nanti.

Lalu pertanyaan orang-orang yang membaca ini, wah kayaknya buru-buru nikah nih.

Nggak banget.

Enak single ga sih? Plus minus ding.

Enaknya bisa punya orang yang diajak diskusi dan ngertiin masalah kita bener-bener, kemana-mana bisa ditemenin, punya permanent support system, malam mingguan sudah nggak sendirian atau cuman di kosan aja. Eits, tapi dibalik enak juga ada nggak enaknya yaitu jadi kepikiran tanggung jawab mengatur rumah dan harus memperhatikan dari atas sampai bawah pasangan kita. Apalagi mengurus keluarga pasangan kalau misal terjadi apa-apa. Tapi sebenarnya konsepnya sama yaitu, mau belajar. 

Jadi single pun belajar, belajar sabar, ketika yang lain punya gandengan kita cuman ngelihat truk gandeng.

Banyak tuh sinetron yang hubungan dengan mertuanya gak baik-baik aja. Mertua pengennya masakin anaknya begini, sementara kita masakinnya begitu. Lalu terjadi debat. Nah, mungkin nanti perlu sabar belajar masak dengan mertua.

Begitu pun juga tentang tempat tinggal. Ada banyak orang tua di dunia ini yang memikirkan kebaikan untuk masa depannya dengan menyuruh anak untuk tinggal dekat dengan rumahnya. Iya sih kalau emang mereka akan memahami satu sama lain. Tapi kalau enggak......wah gawat juga tuh. Tapi

Apalagi kejadian tinggal di rumah orang tua. Sepertinya membuatku dan pasangan menjadi tidak bebas. Well, kalau pun nanti aku tinggal sama salah satu keluarga.....pasti akan tersita pikiranku untuk menyesuaikan satu sama lain. Masih belum tau juga sih. Kuncinya satu, mau belajar.


Nah, sekarang berlanjut ngomongin tentang wedding party. Pengen yang sederhana aja. Nyewa gedung kalau bisa, biar nggak mengganggu lalu lintas hehehe. Nggak semua aku kasih undangan yang harus hadir banget gitu. Karena belajar dari ibuku yang bilang, 'kalau kita ngundang orang yang jauh hingga membuat mereka ngga bisa datang..itu bisa bikin mereka sedih. Ya cukup bikin tulisan, "mohon doa restu".

Anyway, aku terinspirasi saat nikah nanti membagikan buku seperti Mas Gun & Mbak Apik. Tapi itu kan cerita tentang menjaga cinta antara keduanya ya. Aku mau cerita dalam buku itu adalah cerita kehidupan sehari-hari sebagai siswa/mahasiswa pada umumnya, yang isinya lucu-lucu aja. Bukunya online juga gapapa. Heheh karena aku lucu. 


Aku gak paham lagi kenapa aku lagi ada masalah malah aku punya ide menulis seperti ini. Ini bukan khayalan kan? 2019 itu sebentar lagi. 2020 pun juga sebentar lagi. Artinya, mulai dari sekarang semua hal harus disiapin. Terutama menyiapkan edukasi, psikis dan ekonomi. Satu lagi, doa yang tak terputus.

Kenapa Posting di Instagram?

Yang kutulis di bait caption selama ini semata-mata untuk menjadi pengingat. Pengingat ketika mungkin aku merasa kurang. Menulis itu seperti rasa bersyukur atas ide yang muncul.

"Tulisan 'Bagaimana jika tidak ada waktu' itu tiba-tiba muncul. Dan sekarang malah membuatku sering menulis 'Bagaimana jika'. Ini cukup membuatku lucu. Terakhir, aku ingin menulis 'Bagaimana jika di dunia ini tidak ada 'Wkwk' atau 'hehe' atau 'ckck'. Entah ini akan terealisasi atau tidak, karena receh sekali."

Kemudian, juga bisa menjadi bahan untuk menulis lagi.

"Wah aku pernah nulis ini, mungkin bisa kutambahin dengan tulisan lamaku". 

Lalu juga bisa menjadi bahan menjawab pertanyaan atau wawancara.

"Kejadian terakhir apa yang paling berkesan?". Aku bisa tinggal buka instagram. 
Dan sekarang aku juga aktif menulis di blogspot ini. Harapannya sih begitu, menjadi pengingat bahwa aku pernah bla-bla, pengingat kala aku lupa atas nikmat yang telah diberikan.

Kenapa tidak disimpan sendiri aja? 


Ya, siapatau tulisan kita bisa membantu orang lain. 'Siapa tau' itu artinya tidak berharap. Beberapa kali aku mengalami kejadian  mudah tersentuh dengan tulisan caption orang lain yang cocok dengan keadaan hati. Aku pernah menulis konsep 'diizinkan Allah untuk menikmati' di tumblr-ku yang lama, bahwa :

 "Sebagus atau sejelek apapun karya kita yang dibagi, tergantung Allah memberikan takdir untuk tersentuh atau tak berdampak sama sekali atas karya kita".

Intinya, apa salahnya berbagi. Nothing to loose.

Tapi aku juga sadar bahwa risiko menulis di media sosial itu menyimpan tanggung jawab sosial. Iya kalau yang ngelihat seneng atau biasa aja, tapi kalau merasa tersakiti atau malah jadi iri. Sebenarnya itu bukan ranahku. Sebagai creator, cielah creator, hanya memiliki tugas : berkarya dengan tetap santun. Entah nanti pembaca menilai negatif, atau mungkin nanti bisa menjadi evaluasi untuk kedepannya.

Tulisan ini muncul supaya aku tenang menulis, tanpa berpikir terlalu panjang dan berujung penundaan.

Gadget & Berterimakasih pada Kehidupan

Anak kecil selalu ada saja memiliki imajinasi.
Tak hanya mereka, aku yang usia 20-an juga menyimpannya.

Bagaimana jika di dunia ini tidak gadget?


Akibat kecanggihan teknologi, banyak hal yang berubah dan berisiko.

Secara positif, mungkin jika tidak ada gadget  maka juga tidak alat yang bisa mengelabui lawan bicara saat suasana awkward. Ini terjadi ketika suasana tidak cair, atau sedang menjadi obat nyamuk, atau ketika sedang menunggu. Gadget bak penyelamat dari kegabutan, seolah-olah ada banyak urusan di gadget, padahal sebenarnya hanya scrol sana-sini. Oke ini hanya sebagian orang mungkin yang merasakan. Selain itu, gadget membuat manusia merasakan manfaat derasnya informasi dan pengetahuan. Kita juga menjadi lebih mudah untuk menghubungi siapapun & kapanpun. Wajib bersyukur kita lahir di zaman dengan gadget.

Tapi..........

Sedihnya, adanya gadget justru dapat membuat semua orang sulit untuk benar-benar menghayati waktu bertemu. Adanya gadget membuat manusia lebih memilih seru dengan dunia maya atau digital. Banyak keseruan yang didapat ketika menjajal aplikasi demi aplikasi. Keseruan inilah yang membuat manusia terus tertarik dan menarik kecanduan. Serasa hidup dinamis mencoba klik satu per satu aplikasi, sementara sebuah 'pertemuan'pun menjadi  kurang bermakna. Interaksi sesama pun menjadi minim. "Mendekatkan yang jauh, tapi sedihnya menjauhkan yang dekat."

Sadar atau tidak sadar, adanya gadget membuat kita menjadi generasi 'kurang'. Generasi yang sering merasa kurang. Entah, itu redaksinya sebaiknya 'kita' atau hanya 'aku' saja. Contohnya saja, ketika aku yang menghubungi via Line  lalu tidak segera dibalas, sering muncul perasaan kesal. Apalagi jika mengirim pesan via Whatsapp, sekali sudah mengecek tetapi belum sempat membalas, timbul kekesalan "Ih kok cuman di-read doang, emang koran." Ini merasa kurang diperhatikan sih. Tapi aku ndak pernah merasa kesal, yang ada malah aku yang dikesalin. Hehe.

Parahnya, gadget malah menjadi tempat meneriaki kekurangan diri. Ketika pencapaian orang diposting  justru memunculkan perasaan ciut : "Wah dia udah kerja, aku kok masih gini-gini aja", "Ya Allah udah nikah aja dia, aku kok kayaknya masih lama ya.", "Sering banget sih keluar negerinya. Aku juga pengen."

Masih ada lagi sebenarnya dampak negatif gadget, menjamurnya hoax & hate speech membuat banyak orang serentak beristighfar. Kenapa komentar negatif dikirim hanya untuk menjatuhkan. Untuk apa menjatuhkan orang?

Jika kejadian yang terjadi senegatif itu, apa yang harus dilakukan?

- Berterimakasih kepada kehidupan.
Alam semesta membantu kita banyak dalam mendapatkan ketenangan hidup. Ketika kita ingin membersihkan tubung dengan mandi, air kran pun bisa mengalir deras. Bahkan tak jarang alam semesta menunjukkan keindahan-keindahan yang uniknya tak bisa dengan mudah diabadikan oleh alat elektronik canggih, misalnya gerhana matahari total.

Alam semestea memanggil mimpi-mimpi kita menjadi kenyataan.
Kecanggihan gadget hanyalah seperti remahan biskuit dibandingkan alam semesta yang memberikan segalanya. Kebersyukuran muncul dengan kita sadar ada yang lebih dari apa yang ada di gadget. 

Informasi yang ada di gadget perlu ditimbang. Tak semuanya harus dipikir.
Postingan maupun caption di gadget dapat digeneralisir sebagai hal yang positif dalam rangka langkah berterimakasih kepada kehidupan.

- Merawat Integritas.
Adanya gadget atau tidak, harusnya tidak lalu meruntuhkan integritas. Manusia perlu sadar bahwa teknologi ada bukan untuk memunculkan kekesalan pada orang lain melalui ketidakjujuran, tapi justru untuk membantu meringankan pekerjaan.

Contoh kecil, banyak orang memanfaatkan gadget untuk beralasan dengan mengirim stiker OTW (On The Way)  tapi sebenarnya masih sedang siap-siap, dan ini berakibat pada teman-teman lain sedang menunggu jadi membuang waktu.

Manfaat jujur yang lain, dapat membuat kita tak terbebani dengan penjelasan-penjelasan yang menuntut. Misalnya, di media sosial kita memposting acara yang kita ikuti tapi sebenarnya kita tak mendalami acara itu. Lalu ada teman yang bertanya dengan pertanyaan yang mendalam tentang acara itu, akibatnya tak bisa menjawab. Stuck. Dan yah, ketika ditanya begitu jujur saja. Tak perlu menutupi, karena jujur membuat kita berhenti berbohong. Sementara ketika sekali berbohong dapat memunculkan jawaban bohong berkali-kali.

Satu lagi, sesama manusia harusnya saling membangun dan menegakkan bukan? Hate speech maupun hoaks dapat hilang ketika semua orang di dunia sadar bahwa integritas dibangun agar sama-sama enak. Kenapa harus menjalin hubungan parasitisme jika dengan mutualisme membuat hati damai kedua pihak?

- Sadar kini & saat ini.
Apa yang ada di gadget kebanyakan adalah fiksi. Dan sebenarnya, manusia sadar jika kehidupan nyata lah yang dapat menawarkan banyak esensi kehidupan. Sebelum momen 'kini & saat ini' berganti, menikmati waktu cemas penuh harap diperlukan. Supaya tetap sadar bahwa apa yang paling penting terjadi bukanlah tentang 'nanti/masa depan/masa lalu' tapi justru 'detik saat ini'.


Tulisan ini sebagai pengingat kalau aku lupa berterimakasih pada kehidupan. Baik ada gadget atau tidak, hidup kita bahagia karena kita menyadari 'kini & saat ini'.

Ditulis setelah membaca blog seseorang yang menginspirasiku.

Rabu, 04 April 2018

Sedikit Pesan

Hai, apa kabar?
Bagaimana kesehatanmu, apakah sehat?
Kalau aku sedih karena ada jerawat
Bagaimana kamarmu, apakah rapi-rapi saja?
Kaget ya, karena biasanya kalau sibuk kamarnya jadi ga rapi hahaha
Bagaimana ruas-ruas jarimu, apakah baik-baik saja?
Kalau ini, kamu harus jawab dengan tertawa karna receh
Bagaimana pikiranmu, apakah ada beban?
Aku ada sedikit pesan untuk kamu yang sedang berjuang disana

Ada ruang yang tak bisa kita sentuh
Kita bisa mengusahakan apapun yang kita butuh
Tapi satu jangan lupa, ada ruang yang tak bisa kita sentuh
Ada kekuatan hanya berasal dari kuasa
Kita bisa kuat menghadapi tantangan kapanpun masa
Tapi satu jangan lupa,ada kekuatan hanya berasal dari kuasa

Bagaimana jika manusia lupa akan ruang dan kekuatan tadi?

Aku pernah lupa, lalu kubuka catatan ini
Lihatlah permasalahan dari permukaan
Orang-orang yang terlatih, tak akan tertatih
Jangan henti berupaya meski lelah diantara kelana ilmu
Pertahankan etik setiap detik
Pinta segala keluhmu dengan takutmu





Senin, 02 April 2018

Deskripsi Penghuni Rumah

Aku akan mendeskripsikan penghuni rumah yang akhir-akhir ini kita keluar bareng. Sebenarnya masih ada yang lain sih, tapi berhubung mereka lagi nggak di rumah, jadi ini sebagian dulu aja. Mungkin nanti kalau udah ada kesempatan lagi menjabarkannya.
1. Isqina
Dia mendapat sebutan ter-ibuk able. Aslinya Kediri. Pernah SMP di Pondok Ar-Risalah Lirboyo Kediri. Lalu lanjut SMA di Darul Ulum 2. SMA yang terkenal dengan SSO, lomba olimpiade buat anak-anak SMP.
Dia orangnya kayak gimana?
Clean-addict sekali. Suka kesenian (handlettering).
Banyak cerita dan hikmah yang dipetik dari kisahnya. 
Baru aja hari Sabtu kemarin kita ngobrol tentang masa lalu dia. Intinya, dia itu sebenarnya memiliki ekspresi yang sama seperti aku. Sangat ekspresif. Tapi seringkali dia menunjukkan wajah yang tanpa ekspresi (tapres). Ternyata, penyebabnya adalah karena dia belum nyaman dengan orang sekitar. Ketika dia nyaman, dia akan menunjukkan ekspresi asli. Dulu saat SMA, dia sangat ekspresif lalu saat kuliah justru berkurang karena belum menemukan teman yang satu frekuensi. Dari obrolan Sabtu itu, kita bikin perjanjian #AprilEkspresif.
Satu hal lagi, dia jarang banget update instagram. Dan misi bulan April ini, posting sebanyak 6 foto. Sebenarnya dia sadar, untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari orang sekitar terkait kemampuan handlettering-nya diperlukan langkah publikasi supaya bisa liat portofolio dia. Mungkin karena saking perfeksionisnya, sampai ngga mau menunjukkan progress setiap karya yang ditelurkan kali ya. Iya nggak nih?
2. Denisa
Ini lucu sih kenalnya. Aku pernah menceritakannya di caption bin cerpen. Aku punya temen namanya Safira pas di MAN dulu, dia seneng banget cerita tentang pondok yang pernah ia huni saat SMP. Denisa dan Safira adalah teman satu SMP & Pondok. Suatu ketika Safira ngajakin aku buat main ke Jombang (pondoknya). Jarang-jarang ada temen yang mau diajak ke pondok lamanya kalau nggak emang anaknya interest sama kehidupan pondok. Dan disana lah tuk pertama kalinya bertemu Denisa yang bersekolah di SMA Darul Ulum 2, adik kelas Isqina.

Ada cerita lucu dulu saat Isqina mulai masuk kos. Denisa masuk kos lebih dulu daripada Isqina. Singkat cerita, Denisa bercerita ketakutannya dengan Isqina. Dulu kelompok Isqina saat SMA, katanya cukup “…” (susah dijelaskan), itulah yang membuat Denisa takut.

Pada kenyataanya, sekarang Denisa lebih dekat dengan Isqina. Bahkan sangat dekat daripada dengan aku yang pernah mengawalnya saat ujian Mandiri di Undip. Ya saat pengawalan itu, aku tuk pertama kalinya ketemu Denisa. Lucu banget. Awkward.
Ohya Denisa, ini orang yang paling suka dengan mandi. Kalau teman lain nggak mandi, langsung diingetin deh sama dia.
Denisa punya suara yang merdu, bisa didengarkan di https://www.soundcloud.com/denkho.

Kesamaan antara Denisa & Isqina
1)      Alumni SMA 2 Darul Ulum. Efeknya mereka gaya ngajinya sama. Pas ngimamin juga sama. Pas wiridan juga sama. Hmm, jangan Tanya lagi kalau ngomongin tentang ke-DU-an mereka. Bisa kompak nyanyi lagu SSO sampai teriak-teriak.
2)      Sama-sama Fakultas Kedokteran Undip. Isqina berkuliah di Gizi, sementara Denisa di Kedokteran Umum.
3)      Detail. Kedetailan mereka tercermin dengan mereka suka desain. Denisa lebih ke Corel. Isqina lebih ke handlettering dan kalau ada tugas bikin booklet dia berani ngerjain pakai miscrosoft  publisher. Gilasih, kalau udah ada jiwa desain, pakai app apapun bisa jadi.
4)      Korean-addict. Padahal mereka lahir di tempat yang berbeda, tapi entah kenapa mereka nyambung ngomongin Korea.
5)    Suka jilbab hits. Entah kenapa, mereka pengamat jilbab. Saat aku belum tau model terkini, mereka sudah pakai. Alhamdulillah ada mereka, saat sidang aku dipinjamin dan diaturin jilbabnya.
6)     Suka koleksi sepatu Skechers.

3. Hana
Asalnya sama kayak Denisa, yaitu Ngawi. Kuliah di jurusan Hubungan Internasional. Oleh orang tuanya, dia disuruh kuliah di Semarang. Gak boleh Jogja, yang sebenarnya dia pengen masuk UGM hehehe. Tapi justru di Undip, dia mendapat prestasi yang membanggakan yaitu pernah mendapat laptop gratis dari Menteri Pak Nasir gara-gara dia Bidikmisi yang prestatif. Aku juga mau dong dapat laptop gratis. Hehehe
Baru bulan Maret kemarin, dia mendapat juara Mawapres 3 tingkat Undip. Prestasi yang luar biasa. Aku ikut senang karena pernah ngasih advice sedikit. Rasanya tuh, walaupun kader di jurusanku masih belum mendapat juara, setidaknya aku punya teman dekat yang bisa kukasih tau tentang pengalaman menjadi mapres.
Hana pernah 6 bulan ngga tinggal di rumah karena dia exchange  ke Kamboja program SHARE scholarships. Setelah dari sana, banyak hal yang dipengaruhi dia, contohnya bikin air panas pakai heater padahal biasanya pakai kompor di dapur lantai 1, masak mie pakai heater, masak kacang pakai heater. Pokoknya semua serba heater. Dia menceritakan bagaimana bisa bertahan disana dan kasihan juga denger ceritanya. Dia juga bilang kalau, “Kita ngga akan ngerasa bener-bener bangga dengan Indonesia sebelum kita hidup lama di negeri orang, Indonesia punya makanan-makanan yang enak.”
Dia ini motivatorku kalau aku sedang gundah-gulana. Dia tahu posisi orang yang akan maju itu gimana. Dan sebenarnya dia juga paling sering curhat. Habis aktivitas yang padat, dia nyempetin ke kamarku hanya sekedar nanya atau ngasih makanan. Ohya dia suka makan, tapi entahlah ngga kelihatan gendut, mungkin karena dia tinggi. Cerita random terjadi pada suatu ketika aku masih di kasur bangun pagi, dia datang membawa kepiting saus warna coklat, dan kepitingnya udah tinggal dagingnya aja dibalut krispi. Saat itu juga dia ngajak sarapan. Lucu banget nih bocah. Orang baru bangun biasanya dikasih minum dulu gitu, dia datang iming-iming kepiting.
Satu hal, Hana sejak SMP udah pakai make-up, that’s why sampai sekarang pinter pakai make-up dan sering make-up-in aku. Alhamdulillah punya MUA di rumah hahaha. "Han, nanti make-up in ya mau, aku mau jadi moderator nih."

Kenapa aku menyebutnya rumah, karena ini benar-benar seperti rumah. Bukan sekedar kos yang terkenal dengan budaya individualistik. Sederhananya, semua penghuni rumah memiliki kedekatan secara psikologis. Hahaha ini berlebihan sih. 
Kesamaan mereka bertiga 
1.    Korean-addicts 
2.    Skin care enthusiast
3.    Motivatorku dan sayang sama aku yang akan meninggalkan Semarang, cepat atau lambat.

Minggu, 01 April 2018

Antara Waktu dan Makna

Bayangkan kalau hidup ini tidak ada waktu?
Tidak ada batas, semua bebas
Mungkin manusia akan lebih bahagia
Tak pusing tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit bahkan detik
Karna tak akan muncul sejumlah pertanyaan berawal kata ‘kapan’
Mungkin, tak ada lagi perasaan yang membatasi ekspresi kita

Orang lain boleh bertanya, kita pun boleh menentukan jawaban
Kapan punya pacar
Kapan lamaran
Kapan nikah
Kapan wisuda
Kapan mulai kerja
Jangan sedih, lebar senyummu bisa menjadi  jawaban


Orang lain boleh menanti, tapi jangan jadikan beban hati
Kamu adalah kamu
Kamu bisa mengisi senyum dengan renungan atau kebahagiaan

Orang boleh beranggapan, tapi kita tak perlu kepikiran

Hidupmu adalah hidupmu
Karena hidup bukan soal ‘kapan’ saja, tapi juga tentang makna



Manusia harus pandai menemukan makna di setiap lika-liku waktu. 

Selamat tegas dengan pertanyaan apapun. Karena perjalanan waktu ke waktu selalu siap menyimpan sebuah makna.